"Menulis adalah berjuang!"
Itulah
yang dituliskan Asma Nadia untuk saya dalam selembaran kecil dua
setengah tahun yang lalu. Dan, beberapa kali beliau mengatakan
"Semangat!" untuk saya di Twitter. Bangga? Tentu saja, karena Asma Nadia
adalah salah satu penulis favorit saya. Tetapi, saya tidak sedang
membicarakan Asma Nadia, melainkan arti kata "berjuang" yang
dituliskannya."Berjuang" tidak berarti menuliskan kisah sejarah,
politik, atau sastra yang terlihat berat. Tulislah hal sederhana yang
kamu cintai dan sukai. Dan, bentuk perjuangan kita terlihat bagaimana
kita menulisnya agar bermanfaat untuk orang lain. Dulce et utile,
menyenangkan dan bermanfaat.
"Bagaimana mendalami kehidupan tokoh yang bahkan kita nggak ketahui atau kenal?"
Begitulah kurang-lebih pertanyaan dalam sebuah email. Jawaban saya satu: riset!
Riset inilah salah satu perjuangan untuk tulisan kalian. Apa yang
tadinya orang lain tidak tahu, jadi tahu. Nah, bermanfaat, kan, tulisan
kita?
Saya belum menikah, tetapi saya mantap menulis drama
domestik "Dongeng Semusim" tahun 2009. Seorang penulis butuh tantangan.
Kalau hanya berputar pada hal-hal yang dia tahu, tidak akan berkembang,
kan? Padahal, menjadi penulis itu menyenangkan. Karena penulis
mempunyai mata yang bisa menjelajah ke seluruh pelosok dunia dan
memindahkannya ke dalam sebuah buku. Begitu juga yang terpikir oleh saya
saat itu. Saya bisa masuk ke dunia pernikahan, tanpa perlu menikah
terlebih dahulu.
Lalu, bagaimana cara saya melakukan riset
tersebut? Banyak cara. Membaca buku tentang kehidupan pernikahan,
artikel psikologi pernikahan, wawancara dengan psikolog, wawancara
dengan orang yang mempunyai masalah mirip, dan lain-lain. Kelihatannya
sulit? Sebenarnya tidak juga kok, tergantung bagaimana kamu menikmati
sebuah proses. Dari riset-riset ini kamu juga akan belajar banyak hal
lho!
Misalnya, saat wawancara dengan seorang Ibu yang
kehilangan anaknya saat menulis RINDU. Ibu itu membawa foto anaknya ke
mana-mana dan menunjukkan ke saya sambil berkata, "Eh, Dek, lihat tuh, Tante penulis datang!" Saya
tahu, Ibu itu tidak gila. Hanya rindu pada anaknya. Buktinya, Ibu itu
masih bisa bicara normal dengan saya, bisa berpikir, dan tatapannya
tidak kosong. Beberapa hal mengenai kehilangan, depresi, dan trauma,
saya tahu dari psikolog dan buku psikologi, karenanya saya memahami dan
tersenyum. Jadi, pengalaman menarik, kan untuk mendalami karakter?
Atau contoh kedua saat saya sedang mengalami writer's block
saat menulis COMING HOME, seorang perempuan bercerita tentang kisah
hidupnya. Dia kelihatannya kuat sekali, bahkan setelah dihantam badai
pernikahan berkali-kali. "Cinta itu sebuah pertahanan, Mbak." Dan, dari kisahnya, saya punya semangat untuk menyelesaikan novel ini.
Riset
adalah perjuangan, dan tulisan kita adalah bentuk perjuangan--yang
semoga--bermanfaat untuk orang banyak. Jadi, kalau kamu ingin menulis
sesuatu yang belum kamu tahu, tulis dan cari tahu! Jangan malas membuka
buku, majalah, artikel online, atau koran. Mulai jadi pengamat sekitar.
Amati gestur, gerak wajah, tubuh, dan mata, intonasi suara, tarikan
napasnya, senyumnya, dan banyak hal. Gali informasi sebanyak-banyaknya.
Buat saya, menulis adalah belajar. Karena saya tidak ingin berhenti belajar, saya terus menulis.
URL : http://www.sefryanakhairil.net/tips2.php
No comments:
Post a Comment