Wednesday, 4 July 2012

Melakukan Riset Itu Penting oleh Sefryana Khairil

"Menulis adalah berjuang!"

Itulah yang dituliskan Asma Nadia untuk saya dalam selembaran kecil dua setengah tahun yang lalu. Dan, beberapa kali beliau mengatakan "Semangat!" untuk saya di Twitter. Bangga? Tentu saja, karena Asma Nadia adalah salah satu penulis favorit saya. Tetapi, saya tidak sedang membicarakan Asma Nadia, melainkan arti kata "berjuang" yang dituliskannya."Berjuang" tidak berarti menuliskan kisah sejarah, politik, atau sastra yang terlihat berat. Tulislah hal sederhana yang kamu cintai dan sukai. Dan, bentuk perjuangan kita terlihat bagaimana kita menulisnya agar bermanfaat untuk orang lain. Dulce et utile, menyenangkan dan bermanfaat.

"Bagaimana mendalami kehidupan tokoh yang bahkan kita nggak ketahui atau kenal?"

Begitulah kurang-lebih pertanyaan dalam sebuah email. Jawaban saya satu: riset! Riset inilah salah satu perjuangan untuk tulisan kalian. Apa yang tadinya orang lain tidak tahu, jadi tahu. Nah, bermanfaat, kan, tulisan kita?

Saya belum menikah, tetapi saya mantap menulis drama domestik "Dongeng Semusim" tahun 2009. Seorang penulis butuh tantangan. Kalau hanya berputar pada hal-hal yang dia tahu, tidak akan berkembang, kan? Padahal, menjadi penulis itu menyenangkan. Karena penulis mempunyai mata yang bisa menjelajah ke seluruh pelosok dunia dan memindahkannya ke dalam sebuah buku. Begitu juga yang terpikir oleh saya saat itu. Saya bisa masuk ke dunia pernikahan, tanpa perlu menikah terlebih dahulu.

Lalu, bagaimana cara saya melakukan riset tersebut? Banyak cara. Membaca buku tentang kehidupan pernikahan, artikel psikologi pernikahan, wawancara dengan psikolog, wawancara dengan orang yang mempunyai masalah mirip, dan lain-lain. Kelihatannya sulit? Sebenarnya tidak juga kok, tergantung bagaimana kamu menikmati sebuah proses. Dari riset-riset ini kamu juga akan belajar banyak hal lho!

Misalnya, saat wawancara dengan seorang Ibu yang kehilangan anaknya saat menulis RINDU. Ibu itu membawa foto anaknya ke mana-mana dan menunjukkan ke saya sambil berkata, "Eh, Dek, lihat tuh, Tante penulis datang!"  Saya tahu, Ibu itu tidak gila. Hanya rindu pada anaknya. Buktinya, Ibu itu masih bisa bicara normal dengan saya, bisa berpikir, dan tatapannya tidak kosong. Beberapa hal mengenai kehilangan, depresi, dan trauma, saya tahu dari psikolog dan buku psikologi, karenanya saya memahami dan tersenyum. Jadi, pengalaman menarik, kan untuk mendalami karakter?

Atau contoh kedua saat saya sedang mengalami writer's block saat menulis COMING HOME, seorang perempuan bercerita tentang kisah hidupnya. Dia kelihatannya kuat sekali, bahkan setelah dihantam badai pernikahan berkali-kali. "Cinta itu sebuah pertahanan, Mbak." Dan, dari kisahnya, saya punya semangat untuk menyelesaikan novel ini.

Riset adalah perjuangan, dan tulisan kita adalah bentuk perjuangan--yang semoga--bermanfaat untuk orang banyak. Jadi, kalau kamu ingin menulis sesuatu yang belum kamu tahu, tulis dan cari tahu! Jangan malas membuka buku, majalah, artikel online, atau koran. Mulai jadi pengamat sekitar. Amati gestur, gerak wajah, tubuh, dan mata, intonasi suara, tarikan napasnya, senyumnya, dan banyak hal. Gali informasi sebanyak-banyaknya.

Buat saya, menulis adalah belajar. Karena saya tidak ingin berhenti belajar, saya terus menulis.

URL : http://www.sefryanakhairil.net/tips2.php

No comments:

Post a Comment